Kiat Cerdas Menyikapi Generasi Y di Dunia Kerja

Topik yang mulai melejit sejak setahun yang lalu di kalangan praktisi kaderisasi dan sempat dibahas secara mendalam di dalam sesi khusus. Kalangan awam pasti tidak sedikit yang bertanya-tanya sebenarnya apa sih Generasi Y itu?

Generasi Y, dilihat dari deskripsinya saja sudah muncul beberapa pendapat. Ada yang menyebut generasi Y adalah generasi yang tumbuh bersama perkembangan teknologi internet, nirkabel, dan media sosial.

Sebuah generasi yang menginginkan sesuatu terjadi cukup cepat, apakah hal itu berkaitan dengan perubahan atau proses untuk mencapai hasil.

Ada juga yang mendeskripsikan generasi Y itu merupakan generasi yang lahir pada akhir tahun tujuh puluhan, atau generasi yang lahir mulai awal tahun 1980 ke atas.

Dari kedua pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa generasi yang lahir pada akhir tahun 1970 sampai awal tahun 1980 ke atas saat ini memasuki usia produktif bersamaan dengan kemajuan teknologi yang canggih dan pesat, yang tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini dituntut segala sesuatu yang serba cepat.

Kemajuan teknologi yang serba cepat ini tentu saja berpengaruh dengan perilaku. Banyaknya situs media sosial membuat generasi Y tanpa basa-basi dan berpikir panjang melakukan unjuk gigi sehingga beberapa dari mereka sampai terlibat dengan oknum kepolisian akibat ulah mereka di media sosial. Istilah ‘narsis’ yang saat ini cenderung menjadi tuntutan sehingga generasi Y ini pada umumnya ingin menunjukkan ke’aku’an mereka.

Setiap generasi tentu memiliki karakter. Generasi Y ini memiliki karakter yang cenderung mengandalkan teknologi, multitasking, ritme kerja sangat cepat, dan frekuensi komunikasi yang konstan. Lalu, apa hubungannya dengan dunia kerja? Karakter generasi Y yang serba online kini telah memasuki usia produktif, sehingga harus ada penyesuaian perusahaan. Mau tidak mau, perusahaan harus memfasilitasi karena mereka juga membutuhkan generasi Y ini.

Bagaimana dengan generasi sebelumnya yang notabene masih menjadi atasan generasi Y? Tentu saja, generasi sebelumnya yaitu generasi X memiliki karakter yang sangat berbeda dengan generasi Y. Generasi X sendiri bukanlah tipe yang cenderung mengandalkan teknologi padahal saat ini biasanya mereka menduduki posisi atasan sehingga dapat menciptakan jurang perbedaan yang cukup besar bagi kedua generasi tersebut.

Lalu bagaimana cara menyikapi generasi Y di dunia kerja? Karena memiliki karakter komunikasi yang konstan, perusahaan harus bisa menjadi penghubung yang baik antara generasi X dan generasi Y. Perusahaan harus memiliki komunikasi yang baik kepada kedua generasi tersebut untuk meminimalisir terjadinya kesalahpahaman.

Ritme kerja yang cepat membuat Generasi Y mengharapkan umpan balik langsung dan konsisten. Perusahaan perlu mencari cara supaya mereka dapat melakukan segala sesuatu secara teratur, selain itu perusahaan juga perlu atau mungkin harus memberikan umpan balik dengan cepat untuk generasi Y karena teknologi berperan dalam kehidupan mereka.

Banyaknya media sosial yang mengakibatkan generasi Y untuk saling unjuk gigi, ternyata juga berdampak dengan mereka membutuhkan pengakuan. Kalau sudah begini, perusahaan cukup mengakui keberhasilan mereka, atau memberikan pujian kecil kepada mereka. Sebagai contoh, hanya dengan mengatakan ‘good job’ itu juga dapat memberikan motivasi yang bagus supaya mereka lebih semangat bekerja.

Dilansir dari website female bahwa kemampuan multitasking yang dimiliki generasi Y menyebabkan mereka bisa bekerja dengan gadget masing-masing dan menjaga keseimbangan antara bekerja dengan kehidupan pribadi mereka. Generasi Y membutuhkan kepercayaan dan juga fleksibilitas dari manajemen.

Teknologi canggih membuat generasi ini membutuhkan keleluasaan dan waktu bekerja untuk mengerjakan pekerjaan yang diberikan atasannya. Dunia kerja generasi Y pun tidak harus di kantor. Mereka bisa mengerjakan pekerjaan di mana saja selama ada gadget yang menemani mereka.

Generasi Y memiliki banyak potensi dan kelebihan yang dapat diberikan untuk perusahaan sebagai kontribusi seiring dengan kemajuan teknologi. Namun, Generasi Y juga membutuhkan waktu untuk bersenang-senang selain bekerja, jadi lebih baik perusahaan memberikan saja pekerjaan tersebut dan berikan kebebasan tempat bekerja untuk mereka asalkan pekerjaan tersebut selesai tepat pada waktunya.

Pada saat awal bekerja mungkin akan sedikit susah membangun komitmen dengan mereka. Namun, seiring dengan berjalannya waktu mereka pasti akan terbiasa.

Karakter yang mengandalkan teknologi mengharuskan perusahaan untuk memberikan fasilitas pendukung, seperti yang telah disebutkan di paragraf awal. Perusahaan perlu memberikan kesempatan kepada generasi Y untuk meningkatkan keterampilan teknologi yang mereka miliki.

Misalnya dengan memberikan pelatihan atau training terlebih dahulu sebelum melemparkan mereka ke tim.

Pelatihan atau training tentang teknologi tersebut sangat bermanfaat bagi para karyawan generasi Y untuk memperluas pengetahuan mereka. Tidak lupa, berikan mereka fasilitas aplikasi pesan instan atau grup sosial media khusus untuk perusahaan.

Selama generasi Y dapat menggunakan situs jejaring sosial di saat yang tepat dan untuk keperluan pekerjaan, sebaiknya situs-situs seperti itu jangan diblokir. Berikan saja kesempatan bagi mereka untuk mengakses situs jejaring sosial meskipun hanya sesekali supaya mereka tidak jenuh dengan layar computer yang menampilkan pekerjaan yang sedang mereka kerjakan.

Dengan karakter seperti yang disebutkan di atas, semestinya perusahaan mampu mengakomodasikan jika tidak ingin kehilangan tenaga kerja yang berpotensi. Yang perlu dipahami adalah Generasi Y bukanlah virus untuk perusahaan, dan juga bukan penyakit bagi sebuah perusahaan.

Generasi yang muncul sebagai akibat dari sesuatu yang tidak bisa kita hindari sebagaimana generasi sebelumnya, oleh sebab itu kita seharusnya menyikapi dengan bijak sehingga terciptanya hubungan atasan dan bawahan yang harmonis.

Baca juga artikel tentang cara mengembangkan mutu SDM unggul.