Dunia kerja mempunyai dinamika yang menarik apalagi terkait pemutusan hubungan kerja sepihak. Hal ini terjadi saat tindakan tersebut tidak mendapat persetujuan dari karyawan. Pada akhirnya, konflik dan kontroversi muncul lalu melebar disertai masalah bawaan lain jika tidak selesai dengan tepat.
Pembahasan berikutnya terkait dsngan pemutusan kerja dilakukan sepihak. Selain itu, berbagai konsekuensi juga ditampilkan berkaitan dengan hubungan tenaga kerja, karyawan, dan ekonomi.
Mengungkap pemutusan hubungan kerja sepihak
Pemutusan kerja sepihak artinya situasi ini dicetus oleh pihak yang mempunyai kuasa untuk mengakhir kontrak secara satu arah. Namun, kejadian serupa juga mungkin berlaku saat karyawan secara mandiri memutuskan kontrak tanpa persetujuan dari perusahaan. Siapapun yang memulai, kontrak kerja yang terputus sepihak tanpa kejelasan merupakan suatu pelanggaran.
Prosedur yang tidak sah berarti ada legalitas yang tidak terpenuhi. Di banyak negara, sistem pemutusan kerja mempunyai aturan baku. Pihak pemberi kerja harus mematuhi peraturan tersebut sebagai syarat ketika berbisnis. Tanpa peraturan legal, karyawan berisiko masuk ke situasi eksploitasi tanpa kompensasi yang sepadan. Selain itu, pihak karyawan juga rentan terhadap informasi yang tidak merata akibat rendahnya pemahaman terhadap aturan tenaga kerja.
Yang menarik saat menelusuri situasi ini adalah prosedur pemutusan sepihak dapat dilakukan secara legal. Hal seperti ini terjadi karena perubahan internal dan eksternal. Contohnya adalah bisnis berubah akibat dampak teknologi dan pangsa pasar. Untuk menjaga stabilitas pendapatan dan profit, pihak perusahaan harus bertindak cepat dengan cara mengurangi karyawan. Akan tetapi, mereka mencari celah dari aturan dan kontrak.
Konsekuensi yang nyata sangat dirasakan oleh karyawan. Mereka kehilangan sumber finansial dan karier yang berhenti. Karyawan juga menerima dampak berikutnya dari aspek psikologis dan emosi. Kehilangan pekerjaan bukan masalah ketika semuanya sesuai kontrak. Mereka mempunyai waktu untuk membuat rencana masa depan. Namun, kejadian pemutusan kerja yang tiba-tiba tanpa kejelasan akan meningkatkan rasa cemas dan stres lalu berlanjut ke depresi.
Praktik Terbaik Pengusaha dalam Mengendalikan pemutusan hubungan kerja
Apapun yang terjadi secara sepihak berpeluang adanya hasil yang tidak adil. Jika tidak berbenah dengan sigap, kondisi pemutusan hubungan kerja sepihak semakin semrawut hingga mengganggu bisnis dan layanan ke konsumen. Perusahaan juga bertaruh dengan reputasi karena pemutusan yang seperti ini bisa mengurangi kredibilitas. Beberapa syarat bisnis di lokasi tertentu malah menghindari perusahaan yang bermasalah terkait ini. Tanpa solusi, kedua belah pihak akan menerima kerugian yang tidak diinginkan.
Sebenarnya perusahaan, terutama divisi sumber daya manusia, menyadari hal ini. Mereka mengerti bahwa pemutusan tanpa alasan yang jelas dan dilakukan sepihak akan menimbulkan kerugian. Pertanyaannya adalah apakah sepadan antara biaya untuk menyelesaikan sengketa ini dengan bisnis dan kondisi ekonomi perusahaan. Mereka berani menjalankan prosedur berisiko harus mampu mengelola dampak dengan benar dan tepat.
Ada beberapa solusi praktis untuk menyelesaikan situasi pemutusan hubungan kerja. Pertama, tenaga kerja dan perusahaan membutuhkan hubungan legal lewat jalur kontrak. Ada hitam di atas putih yang menandakan mereka berada di jalur legalitas yang benar. Perusahaan dapat mencantumkan aturan yang terbukti berat sebelah tetapi nyata tercantum di kontrak. Di sisi lain, pilihan apakah menandatangani kontrak atau tidak menjadi hak prerogatif pekerja. Jika mereka sadar dengan aturan tersebut, apapun yang terjadi sebenarnya bukan masalah lagi.
Namun, solusi kedua harus diterapkan, yaitu pemutusan sepihak membutuhkan prosedur penyelesaian yang adil bagi tenaga kerja. Mereka menerima pesangon dan kompensasi berdasarkan persetujuan yang legal. Ganti rugi dalam bentuk finansial merupakan solusi praktis dan lebih aman. Cara ini juga lebih murah, menghemat waktu, serta memberikan reputasi positif bagi bisnis.
Alasan kenapa perusahaan terpaksa memutuskan kontrak kerja sepihak adalah karyawan tidak mampu memenuhi kondisi kemampuan dan kualitas kerja sesuai standar. Solusinya yaitu pelatihan ulang terutama pada tenaga kerja potensial yang siap dibina. Akses ke pelatihan ini mampu menghidupkan kembali bakat mereka. Selama bekerja, mereka mencurahkan tenaga dan pikiran tanpa memberi jeda ke pengembangan di sisi sendiri. Tipe karyawan seperti ini biasanya akan termotivasi ketika ada sesuatu yang baru dan berpotensi menguntungkan. Mereka tidak salah, hanya waktu saja yang kurang untuk mengikuti tren perkembangan bisnis dan teknologi.
Selain kompensasi finansial langsung, cara lain untuk mengurangi dampak negatif pemutusan kerja yaitu konseling transisi. Perusahaan tertentu memiliki bisnis di bidang ini. Mereka menampung para karyawan yang kontrak kerjanya terputus sepihak. Jasa yang diberikan yaitu konseling dan pembinaan serta penyaluran kembali ke bisnis dan perusahaan yang membutuhkan. Satu lagi yang perlu diperhatikan yaitu jaminan kesehatan. Jangan lupa memberikannya kepada karyawan yang berhenti kerja karena sangat perlu untuk menjamin mereka siap melanjutkan karir tanpa khawatir.
Pemutusan kerja bukan berarti karyawan tidak berpeluang masuk kembali ke perusahaan. Jika tidak memiliki rekam jejak yang buruk dan berisiko, proses rekrutmen dapat terjadi. Putus kerja sepihak tidak selalu mempunyai aspek buruk. Perusahaan memiliki sistem dan terpaksa memutuskan semua kontrak kerja yang terkait. Selanjutnya, kontrak baru disodorkan lalu karyawan menentukan sendiri apakah ingin melanjutkan menjadi bagian dari perusahaan.
Pencegahan pemutusan hubungan kerja sepihak dari sisi pekerja
Prediksi masa depan tidak berlaku pasti meskipun telah memiliki rencana yang matang. Perusahaan sudah sigap dengan apapun yang terjadi ketika memutuskan untuk mengakhiri kontrak kerja secara sepihak. Bagi karyawan, mereka seharusnya mempunyai semacam solusi cadangan yang sudah siap diterapkan saat pemutusan hubungan kerja sepihak terjadi.
Ketika ingin menjadi bagian dari perusahaan, mereka perlu membaca seksama semua aturan dan poin yang tertulis di kontrak. Apabila bingung dan tidak paham, segera bertanya hingga mengerti secara tuntas. Selain itu, mereka juga berhak menilai berdasarkan opini pihak ketiga. Aturan yang ambigu sebaiknya diperjelas karena poin ini bisa menjadi boomerang. Perusahaan bahkan karyawan mempunyai celah yang berpeluang dipakai untuk tujuan tidak semestinya.
Dukungan dari perusahaan masih belum cukup. Mereka sebagai karyawan mempunyai aspek profesionalitas dan bergabung dengan teman-teman sejawat. Organisasi seperti ini sangat membantu ketika anggotanya mengalami kesulitan dan masalah. Mereka mendapat dukungan dan kemampuan untuk negosiasi. Oleh karena itu, jangan mengesampingkan hubungan dengan mereka yang bekerja di profesi yang sama.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pemutusan kerja mungkin terjadi karena karyawan tidak mampu mengikuti kebutuhan skill dan pasar. Sejak awal, terlalu fokus pada kerja tidak sepenuhnya bagus. Dedikasi harus sebanding dengan kompensasi. Jika mendapatkan kompensasi finansial yang sesuai, bekerja lebih giat dan keras bukan hal yang tabu. Tentu saja, mereka perlu melihat dunia sekitar. Pekerjaan yang terkait dengan teknologi cepat sekali berganti.
Kesimpulan:
Pemutusan hubungan kerja sepihak menjadi pro dan kontra bagi siapapun yang terlibat. Masing-masing memiliki argumentasi tersendiri ketika harus menjelaskan kenapa melakukan hal tersebut. Akan tetapi, situasi ini lebih sering berdampak negatif. Karyawan kehilangan penghasilan, menghadapi masalah emosi dan psikis, hingga berlanjut ke gejolak ekonomi. Apapun yang terjadi, solusi praktis dan aman perlu diterapkan.