Ada sebuah hasil studi menarik yang pernah diungkap oleh para periset bidang perilaku dan kinerja : orang-orang yang menuliskan sasaran kinerjanya dengan jelas dan terukur ternyata memiliki level produktivitas empat kali lebih tinggi dibanding mereka yang sasarannya ditulis dengan sumir dan normatif.
Itulah kenapa perumusan sasaran kinerja atau performance goals harus selalu ditulis secara jelas, spesifik dan terukur. Sebab level produktivitas tim Anda boleh jadi akan amat bergantung pada proses ini.
Peter Drucker, salah satu guru manajemen dunia, juga pernah bertutur : You can not manage what you can not measure. Anda tidak dapat mengelola apa yang tidak bisa Anda ukur.
Dengan kata lain, kita pasti akan temehek-mehek mengelola kinerja tim kalau tim ini tidak pernah dibekali dengan indikator atau target kerja yang terukur. Sebab bagaimana mungkin kita bisa mengukur progres kemajuan tim itu, kalau kita tidak punya ukuran baku untuk melakukan penilaian?
Padahal dulu ketika kita sekolah sejak jaman SD hingga kuliah, kita selalu punya alat ukur atau scorecard yang baku. Namanya raport atau Indeks Prestasi (IP) ketika kita sudah kuliah. Bayangkan apa jadinya jika kita dulu sekolah tidak pernah punya scorecard yang terukur itu?
Persoalannya ketika kita masuk dunia kerja, yang sarat dengan prinsip profesionalisme, scorecard yang dulu kita bawa sejak sekolah SD itu justru acap dilupakan. Tentu saja fenomena ini kudu segera dihindari. Dunia kerja yang penuh dengan perhitungan bisnis dan melibatkan sumber finansial yang besar, mesti segera di-persenjatai dengan performance scorecard yang terukur dan akuntabel.
Apa itu Metode SMART?
Disinilah kita lalu kembali menyapa dengan prinsip penulisan performance goals yang mengacu pada metode SMART. Sejatinya, SMART ini merupakan singkatan dari kata Specific, Measurable, Achieveable, Relevant, dan Time-bound. Mari kita coba eksplorasi lima elemen kunci dalam penetapan performance goals ini.
1. Specific
Sasaran kinerja harus bersifat spesifik. Artinya harus secara rinci dan detil menggambarkan apa yang ingin kita raih. Sebagai misal, ketika hendak meningkatkan penjualan, kita mencantumkan secara spesifik jenis produk apa saja yang akan ditingkatkan penjualannya, pada wilayah apa saja, dan dalam satuan apa kenaikan terjadi (dalam volume atau persentase). Demikian juga, jika kita hendak merumuskan sasaran untuk menyelesaikan sebuah projek/kegiatan maka kita perlu menyebutkan jenis projeknya secara detil dan cakupan tugas yang akan dikerjakan.
2. Measurable
Terukur. Sasaran kinerja yang kita susun dapat diukur. Ukuran yang dicantumkan bisa berupa volume, rupiah, persentase, atau angka nominal. Misalnya menurunkan angka kecelakaan kerja menjadi nol (angka). Atau meningkatkan pendapatan sebesar 10% (persentase). Atau projek implementasi sistem IT diselesaikan 100% pada minggu terakhir semester II.
Konsep measurable ini juga sejalan dengan metode penentuan key performance indicators (KPI). Artinya setiap jenis tugas seharusnya memiliki indikator kinerja yang terukur (atau paramater yang terukur). Beberapa contoh performance indicators yang lazim digunakan antara lain : % jumlah tugas yang dapat diselesaikan sesuai deadline; jumlah kesalahan dalam pelaksanaan tugas; jumlah kecelakaan kerja; jumlah produksi; jumlah pendapatan perusahaan; skor kompetensi pegawai, dll.
3. Achieveable
Pengertiannya adalah target yang ditetapkan masih bisa dicapai dengan dukungan sumber daya yang tersedia. Aspek yang ketiga ini amat berkaitan dengan proses penetapan target. Selain melihat kesiapan sumber daya yang dimiliki, penetapan target ini lazimnya dilakukan dengan melihat pada tiga jenis data.
Data yang pertama adalah data kinerja tiga tahun terakhir (atau disebut juga sebagai historical performance). Data yang kedua adalah membandingkan dengan kinerja perusahan/industri yang sama di negara lain (atau disebut juga bechmark data). Data yang ketiga biasanya merujuk pada kondisi ekonomi makro dan prospek pertumbuhan bisnis yang terjadi di tanah air. Data-data ini akan memberikan pengaruh signifikan bagi proses penetapan target kinerja perusahaan dan juga pada gilirannya target kinerja pegawai.
Pada sisi lain, penetapan target yang achieveable juga mesti memperhatikan prinsip “stretching goals” (atau menggantungkan target setinggi dan sejauh mungkin). Berbagai pengalaman di beragam perusahaan dunia menunjukkan, penetapan target yang sangat menantang (very challenging goals) memberikan dapak positif bagi peningkatan kinerja pegawai secara dramatis.
4. Relevant
Sasaran kinerja yang ditetapkan bersifat relevan dengan tugas pokok dan tanggungjawab yang diemban oleh pegawai. Prinsip ini meminta kita untuk menyusun sasaran-sasaran kinerja yang fokus dan relevan dengan tugas utama pekerjaan, atau tujuan utama unit kerja dimana kita berada. Dengan demikian, sasaran yang ditetapkan juga menjadi lebih tajam dan bersifat kritikal bagi peningkatan kinerja bisnis secara keseluruhan.
5. Time-bound
Sasaran kinerja yang kita susun memiliki target waktu yang jelas. Kapan projek atau kegiatan ini harus selesai. Apakah minggu pertama atau kedua bulan ini, ataukah minggu terakhir bulan depan. Target waktu ini juga bisa diterapkan pada pekerjaan-pekerjaan yang bersifat rutin. Misal kapan laporan bulanan harus selesai tiap bulannya. Atau kapan saja proses pemeliharaan rutin harus dilakukan.
Demikianlah, prinsip penting yang terkandung dalam proses penetapan Sasaran Kinerja melalui metode SMART. Melalui metode ini, diharapkan akan terbangun proses pengelolan kinerja pegawai yang juga smart. Akhirnya, dengan metode smart goals ini diharapkan akan muncul barisan smart workers and smart organization.
Baca juga artikel tentang Cara Menyusun KPI secara Efektuf.