Bias dan Aspek Subyektivitas dalam Penilaian Kinerja Karyawan

Bias dan Aspek Subyektivitas dalam Penilaian Kinerja Karyawan

Dalam tulisan yang berjudul : Bias dan Error dalam Penilaian Kinerja, kita telah mengulik sejumlah error yang acap menempel dalam pikiran seseorang ketika memberikan nilai kinerja kepada bawahannya.

Bias dan error itu tentu saja memberikan implikasi yang suram bagi proses pengembangan karir dan kinerja pegawai. Sebab bisa saja terjadi, pekerjanya yang secara faktual memiliki kinerja bagus mendapatkan penilaian yang standar saja. Sementara pekerja yang secara faktual kurang kompeten justru mendapatkan nilai yang bagus.

Itulah kenapa ikhtiar serius perlu dilakoni agar kita bisa terhindar dari petaka subyektivisme tersebut. Sebelum kita menjelajah beragam cara ampuh untuk membuat proses penilaian kinerja pegawai menjadi lebih obyektif dan tepat sasaran, maka layak kita ingat dulu aspek apa saja yang dinilai dalam penilaian kinerja di perusahaan.

Seperti yang telah kita ketahui bersama, kebijakan penilaian kinerja di Perusahaan memiliki tiga aspek penilaian, yakni : 1) Aspek Sasaran Kinerja, 2) Aspek Sikap Kerja dan 3) Aspek Budaya Kerja.

Aspek yang pertama adalah pemenuhan sasaran kinerja yang telah ditetapkan. Secara esensi, aspek pertama ini melihat HASIL KERJA (result) dari para pegawai. Disini cara yang paling efektif untuk memberikan penilaian adalah dengan berfokus pada data hasil kinerja. Slogan yang berlaku disini adalah : Show me the numbers. Show me the evidences.

Seperti yang telah diuraikan dalam prinsip penulisan target dengan metode SMART, proses penetapan target sasaran kinerja haruslah yang bersifat terukur, baik dalam satuan volume pekerjaan, waktu dan mutu. Karena itu, jika penetapan target dalam fase perencanaan sudah dilakukan dengan benar, maka proses penilaian aspek ini menjadi relatif lebih mudah.

Kenapa? Karena proses penilaian tinggal membandingkan antara target yang telah ditetapkan dengan realisasi yang terjadi. Demikianlah misalnya : target penjualan gas ditetapkan sekian metric ton, maka tinggal dibandingkan dengan realisasinya. Atau contoh lain : target pengerjaan projek X rampung sekian persen pada akhir tahun; maka penilaian tinggal membandingkannya dengan realisasi baik dari sisi volume pekerjaan dan waktunya.

Uraian diatas adalah tips untuk melakukan penilaian atas aspek sasaran kinerja secara obyketif.

Pada dasarnya penilaian aspek sikap kerja dan budaya kerja ini merujuk pada dimensi yang sama : yakni bagaimana sikap, ketrampilan, dan perilaku pegawai ditampilkan dalam pekerjaan sehari-hari. Disini cara paling efektif untuk memberikan penilaian adalah melalui obervasi atas perilaku sehari-hari yang ditampilkan oleh pegawai. Disini kita lalu mengenal apa yang disebut sebagai “critical momments” (sering juga disebut sebagai critical incidents).

Critical momments merupakan momen-momen kunci atau kritikal yang ditampilkan oleh pegawai. Konsep ini penting, sebab tidak mungkin bagi atasan untuk melakukan observasi terhadap pegawainya sepanjang hari. Itulah kenapa atasan cukup melakukan observasi pada critical momments yang ditampilkan pegawainya, untuk mengetahui level kompetensi yang bersangkutan.

Contoh momen-momen kritikal ini antara lain : bagaimana perilaku dan ketrampilan pegawai ketika diberi instruksi dan penugasan tertentu (baik penugasan yang bersifat rutin ataupun yang bersifat khusus). Contoh lain momen kritikal : saat pegawai diberi tugas untuk memimpin rapat; atau diminta presentasi laporan kinerja; atau saat pegawai beradu pendapat dengan anggota tim lain dalam projek tertentu.

Akan lebih baik jika observasi terhadap serangkaian critical momments itu dicatat oleh atasan dalam bentuk “diary kecil”. Dokumentasi ini penting, sebab jika momen-momen itu hanya diingat dalam memori, maka biasanya akan mudah dilupakan. Dan jika lupa, proses penilaian

di akhir tahun juga jadi mudah tergelincir menjadi penuh dengan bias dan error.

Karena itu, sebisa mungkin tuliskan hasil obervasi terhadap critical momments anak buah Anda. Sebut saja nama pegawai, tanggal kejadian, lokasi, dan momen perilaku apa yang hendak dicatat. Disini fokus observasi sebaiknya pada perilaku : apa yang benar-benar ditampilkan oleh sang pegawai. Makin detil makin bagus, sehingga bisa sangat membantu untuk melakukan proses penilaian yang obyektif.

Demikianlah, cara-cara ampuh yang bisa dilakukan untuk memberikan penilaian kinerja secara obyektif. Untuk aspek sasaran kinerja, proses penilaian sebaiknya fokus pada data realisasi kinerja. Sementara untuk aspek sikap kerja dan budaya, maka proses penilaian fokus pada observasi terhadap momen kritikal yang ditunjukkan para pegawai.

Baca juga artikel tentang Strategi Mengembangan Kinerja SDM Unggul