Standar UMK Indonesia atau Upah Minimum Kota dan Kabupaten

Upah minimum selalu menjadi bahan perdebatan panjang setiap tahunnya. Di Indonesia, ada dua macam upah minimum yaitu UMP dan UMK. UMP adalah Upah Minimum Propinsi sedangkan UMK adalah Upah Minimum Kabupaten/Kota.

Dilihat dari namanya, UMP dan UMK memiliki tingkatan yang berbeda karena UMP berlaku untuk seluruh propinsi sedangkan UMK berlaku hanya di kawasan kabupaten/kota yang bersangkutan.

Namun, dari segi nilai, UMK yang merupakan tingkat II yaitu kabupaten atau kota memiliki nilai yang lebih tinggi dari UMP. Hal ini disebabkan oleh UMP yang merupakan batasan dalam penetapan Standar UMK Indonesia.

UMP ditetapkan untuk seluruh propinsi yang mempertimbangkan beberapa faktor yaitu kebutuhan hidup layak (KHL), tingkat ekonomi daerah, tingkat inflasi, daya beli masyarakat, dan kemampuan industri. Namun, tentunya ada perbedaan kondisi di masing-masing daerah tingkat II.

Sebagai contoh, KHL di daerah industri biasanya lebih tinggi dari KHL di daerah kabupaten yang industrinya tidak banyak.

Oleh karena itu, UMP dibuat sebagai batas minimum di propinsi tersebut dan UMK harus lebih tinggi atau setidaknya sama dengan UMP.

Sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia, upah minimum ditetapkan setiap tahunnya dan berlaku mulai tanggal 1 Januari. Penetapan UMP harus dilakukan jauh hari yaitu setidaknya 60 hari sebelum masa berlakunya. Sedangkan untuk UMK, penetapannya 40 hari sebelum masa berlaku.

UMP dan UMK ditetapkan setiap tahunnya karena selalu ada perubahan ekonomi yang terjadi. Biasanya UMP dan UMK yang ditetapkan lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Namun, ada beberapa daerah yang upah minimumnya sama dengan tahun lalu. Tentunya nilai tersebut didapatkan berdasarkan hasil perhitungan yang matang.

Sebelum menetapkan upah minimum, pemerintah daerah baik tingkat I maupun tingkat II melakukan survey untuk menentukan kebutuhan hidup layak (KHL).

Penetapan KHL mengikuti standar komponen yang ditetapkan pemerintah pusat yang kini berjumlah 60 komponen. Komponen tersebut meliputi makanan, minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi, dan tabungan. Setelah didapatkan nilai KHL untuk kawasan tersebut, barulah dilakukan perundingan lebih lanjut mengenai upah minimum.

Dalam menentukan upah minimum, pemerintah daerah selalu melibatkan berbagai pihak, termasuk perwakilan pekerja, perwakilan pengusaha, dan pihak netral yang terdiri dari para ahli. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil yang menguntungkan semua pihak. Pihak pekerja akan terlindungi kebutuhannya sedangkan pihak perusahaan tidak akan kesulitan dalam melakukan kewajibannya.

UMP dan UMK selalu dilaporkan ke Kementrian Tenaga Kerja yang selanjutnya akan diberitakan secara luas agar masyarakat Indonesia mengetahui hak dan kewajiban yang tersangkut dengan upah minimum. Namun, untuk tahun 2015 terjadi sedikit perbedaan. Untuk tahun 2015, hanya 29 propinsi yang menetapkan UMP sedangkan 4 propinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur hanya menetapkan UMK.

Keempat propinsi yang hanya menetapkan UMK berdalih bahwa UMP sudah tidak diperlukan lagi karena masing-masing kabupaten dan kota di propinsi tersebut sudah menetapkan UMK. Lagipula, untuk propinsi yang memiliki banyak daerah tingkat dua dengan perbedaan tingkat ekonomi yang cukup jauh antar daerah, menetapkan UMP sulit dilakukan. UMP yang terlalu tinggi bisa menyulitkan daerah dengan tingkat ekonomi rendah sedangkan UMP yang terlalu rendah bisa dimanfaatkan oleh pengusaha di daerah yang tingkat ekonominya tinggi.

Jawa Timur dan Jawa Barat merupakan propinsi yang rentang UMKnya cukup jauh. UMK kota Surabaya di tahun 2015 adalah sebesar Rp. 2.710.000,00 sedangkan di Kabupaten Magetan UMKnya hanya Rp. 1.150.000,00. UMK tertinggi di Jawa Barat adalah Kabupaten Karawang dengan Rp. 2.957.450, 00 dan terendah adalah Kabupaten Ciamis dengan UMK Rp. 1.131. 862,00.

UMK memang sangat dipengaruhi oleh kondisi di daerah tersebut. Kawasan industri biasanya memiliki KHL yang tinggi karena produksi pangan di daerah tersebut rendah sehingga harus mengirim dari luar daerah dan kebutuhan perumahan berbiaya tinggi akibat lahan yang sangat terbatas.

Selain KHL yang tinggi, daerah industri bisa menetapkan UMK yang tinggi karena industri besar memiliki kemampuan untuk membayar karyawan dengan nilai tinggi pula.

Ada kalanya, UMK suatu daerah tidak terlihat dari kemewahan daerah tersebut. Sebagai contoh, UMP tahun 2015 untuk Ibu Kota Jakarta yang merupakan daerah metropolitan dengan gedung-gedung tinggi super mewah hanya Rp. 2,7 juta dan berlaku untuk seluruh daerah tingkat II di Jakarta. Nilai tersebut lebih rendah dari Kabupaten Karawang, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi yang nilainya lebih dari Rp. 2,8 juta.

Nilai UMK adalah nilai upah minimum yang lebih mengikat karena berlaku di daerah tingkat II yang bersangkutan sedangkan UMP berlaku di daerah tingkat II jika daerah tersebut tidak memiliki UMK. Oleh karena itulah, baik pengusaha maupun karyawan harus mengetahui nilai UMK dibanding UMP. Pengecualian terjadi di Jakarta karena UMPnya berlaku untuk seluruh Jakarta.

Pengusaha harus mengetahui nilai UMK karena nilai inilah yang menjadi upah terendah yang harus dibayarkan perusahaan pada karyawannya.

Jika pengusaha tidak mampu membayar sejumlah itu, pengusaha bisa mengajukan keberatan dan meminta penangguhan kepada pemerintah daerah.

Jika pengajuan penangguhan disetujui, pengusaha mendapatkan sedikit waktu untuk membayar karyawan dibawah UMK tetapi setelah masa penangguhan selesai, perusahaan harus melakukan kewajiban sesuai UMK.

Karyawan harus memahami bahwa UMK adalah upah minimum bagi karyawan baru yang masa kerjanya dibawah 1 tahun. Setelah masa kerjanya melebihi 1 tahun, karyawan bisa mendapatkan upah lebih besar yang disepakati bersama. Jika karyawan tetap mendapatkan upah lebih rendah dari UMK, karyawan tersebut berhak melaporkan perusahaan ke pihak yang berwenang.

Baca juga Standar Gaji Karyawan Indonesia